KULINER

ZUSHIODA : YATAI ANGKRINGAN ALA JEPANG

ORANGTUA IDAMAN – Sajikan Aneka Sushi Beromzet Rp 1 juta / MalamKetika berkunjung ke warung sega kucing Anda akan berjumpa dengan susu jahe, dan aneka gorengan, sementara di yatai Anda akan disuguh aneka sushi, sajian khas Jepang.

Yatai yang dalam bahasa jepang berarti stand, booth, warung kaki lima, atau bisa di sebut juga warung angkringan.  Dalam bahasa jawa  sega kucing  alias HIK (HIdangan Istimewa Kampung). Bila  di amati, banyak kesamaan antara Yatai jepang dan warung Angkringan Yogya.  Yatai, biasanya beraktifitas pada musim semi di pinggir jalan, saat sore hari dan tutup pada malam hari atau bahkan biasanya ada yang sampai subuh.

Yatai tersebar hampir di semua daerah  Jepang.  Namun,  Prefektur Fukuoka (pulau Kyushu) menjadi tempat yang paling terkenal bagi Yatai.  Ada lebih dari 150 Yatai di seluruh kota, dengan konsentrasi tertinggi di kabupaten Nakagawa dan Tenjin terletak di pusat,umumnya di dekat eki (stasiun subway).  Minuman  yang mereka jual biasanya  Jepang, bir dan sake.

Sedangkan makanan yang biasa mereka sajikan adalah Yakitori, Sushi, Yakiniku, Agemono, Oden dan Hakata Ramen yang merupakan makanan kebanggaan bagi masyarakat di Fukuoka. Ada juga yang hanya buka saat matsuri (festival).  Di sana kita juga bisa menemukan yatai mura(kampung yatai).

Hadir di Indonesia
Kini konsep yatai hadir di Indonesia.  Seorang perintisnya adalah Adhitya Yodha Latuconsina, pemilik yatai di bilangan Tebet, Jakarta Selatan.  “Yatai ini yang pertama di Indonesia. Kalau biasanya masyarakat kita mengkonsumsi sushi di restoran atau hotel dengan harga ratusan ribu rupiah, di sini Rp 15.000 – 50.000 sudah kenyang habis,” tuturnya.

Meskipun harganya murah meriah, bukan berarti citarasanya kalah wah.  Sushi yang dijajakan di yatai Yodha berkualitas sama dengan sushi di restoran maupun hotel berbintang. “Berbekal keterampilan yang pernah saya peroleh sewaktu menjadi koki dan relasi penyedia bahan baku sushi, saya jamin citarasanya sama dengan sushi di hotel berbintang dan restoran,”papar mantan koki di Restoran Kino Kawa di Menara Thamrin, Jakarta itu.  Yatai menawarkan suasana yang sangat berbeda bila makan di restoran, bersifat lebih santai dan membaur sesama konsumen lainnya yang penat sehabis bekerja seharian.

Pada tahun 2007, Yodha berkeliling hingga Timur Leste.  Bukan tanpa tujuan, perjalanan itu membawa misi mengembangkan restoran di seluruh Nusantara. “Saya sering mendapat kontrak mengembangkan konsep sebuah rumah makan jepang.  Semacam konsultan profesi saya saat itu,” tuturnya. 

Pria yang mengawali profesinya sebagai tukang cuci piring ini, membuka restoran di Malang, Palembang, Makassar, Semarang.  Dari situ ia mulai berfikir bahwa restoran sudah banyak,  Kenapa saya tidak membuka sendiri.Karena kepentok soal modal, Yodha membuka kedai masakan Jepang kecil-kecilan,” Imbuhnya.

Untuk memulai usahanya, ia mengalokasikan dana sebesar Rp 30 juta sebagai modal awal. Modal sebesar itu digunakan untuk pengadaan peralatan.  Meliputi : meja, gerobak, kursi, bahan makanan, biaya angkut , dan membayar tukang.  Saat ini ia memiliki 3 orang karyawan. 1 orang telah memiliki pengalaman kerja di bidang masak-memasak ala Jepang, sementara 2 karyawan yang lain belum memiliki keterampilan tersebut.  “Saya masih harus mengajarinya,” tutur Yodha.

Saat ini, Yodha menitik beratkan pada persiapan tenaga kerja.  “Untung memang harus dipikir.  Namun belum terlalu dikejar.  Yang penting bisnis ini bisa berjalan dulu.  Dan mental karyawannya harus dibentuk dulu,” tuturnya. Kalau sudah dipromosikan berarti sudah siap menerima tamu.  Soalnya ini menyangkut nama baik.  Buka restoran itu yang paling penting yaitu kesan awal. Konsepnya adalah tempat nongkrong.

Membidik Orang Kantoran
Target market yang dibidik adalah mahasiwa, anak-sekolah dan orang yang pulang dari kantor. 

Saat ini ada sekitar 30 menu masakan Jepang yang dijajakan oleh Yodha. Unggulan ada sekitar 6 menu unggulan. Bahan mendapatkan dari bahan Import sekitar 80%.  Namun hal itu sudah diakali oleh Yodha, sehingga tidak terlalu banyak menggunakan bahan –baku impor sehingga harganya tidak terlalu mahal. Alasan lain untuk memodifikasi bahan baku tersebut yaitu agar menjadi halal. 

Bahan baku yang diimpor langsung dari Jepang kebanyakan diolah dengan arak, sehingga tidak pas bila dijajakan di Indonesia.  Berkat modifikasi tersebut, bahan baku impor hanya 30% saja.  Soal mutu dan citarasa, Yodha menjamin, produk yang dijual tidak kalah dengan produk yang diimpor dari Jepang.

Dengan mondifikasi bahan baku ini, harganya bisa lebih murah.  “Banyak orang yang ingin coba-coba merasakan masakan Jepang.  Dengan adanya masakan Jepang yang murah seperti ini, orang lebih senang mencoba di tempat yang murah daripada di restoran atau di hotel yang harganya mahal,” tuturnya. 

Harga menu yang paling murah di tempat itu Rp 6.000, sedangkan ayng paling mahal yaitu Rp 17.000.  “Untuk sushi yang sama, harganya bisa mencapai Rp 50.000, sedangkan di tempat saya cuma Rp 17.000,” paparnya.  Bahkan untuk restoran berbintang bisa mencapai ratusan ribu rupiah.

Saat ini belum ada pelaku usaha masakan jepang dengan konsep angkringan seperti ini. Langkah yang dilakukan Yodha untuk mengantisipasi datangnya competitor yaitu terus melakukan terobosa-terobosan baru.  Baik dari bahan baku alternatif maupun kualitas masakannya. 

Loka kulinerannala Jepang ini ramai pada Hari Sabtu dan Minggu. 

Info Resto
Kedai yatai Yodha buka setiap hari mulai pukul 16.00 sampai pukul 12.00.

ZUSHIODA japanese street sushi. Jl.Tebet Raya No.55c Jakarta Selatan, Tlp: 021 965 821 55 Twitter: @zushioda.



NIKATI JUGA ANEKA KULINER INI!

SOTO BU DJATMI KUDUS: PERNAK-PERNIK NIKMAT DI BALIK KUAH KUNING

Comments Off on SOTO BU DJATMI KUDUS: PERNAK-PERNIK NIKMAT DI BALIK KUAH KUNING

YUK BERWISATA!


KENDARAAN KELUARGA


error: Content is protected !!