BIJAK BERBISNIS, BIJAK MEWARTAKAN DAN BIJAK BERHOBI
ORANGTUA IDAMAN – Kebohongan publik adalah dosa besar bagi sorang jurnalis. Namun, dosa paling besar adalah hancurnya lingkungan hidup akibat eksploitas berita yang tak beretika.
Ekspedisi dan eksplorasi nampaknya saat ini telah menjadi sebuah menu sajian berita yang digemari. Akibatnya, tema berita seperti itu menjadi banyak dilirik oleh media massa sebagai sajian penghibur pendongkrak oplah dan rating. Ujung dari semua itu adalah keuntungan finansial.
Tak salah memang menyajikan berita bertema kekayaan alam. Namun cara penyajian tetap harus dipertimbangkan secara masak. Berbagai media cetak pertanian, flora dan fauna sangat gemar menggeber berita eksplorasi flora dan fauna. Keberadaa binatang dan tumbuhan langka diulas secara tuntas. Mulai dari keindahan sampai habitan dan persebaran mahluk itu.
Menyajikan berita flora fauna langka disertai penguraian lokasi atau habitatnya secara eksplisit itu patut diharamkan. Namun, tak jarang fatwa semacam itu saat ini banyak dilanggar media massa. Pemberitaan semacam itu bisa memancing pembaca atau pemirsa tidak bijak berbondong-bondong mengincar lokasi satwa yang diberitakan tersebut.
Hal yang lebih dikhawatirkan, pewartaan seperti itu juga bisa memicu eksploitasi lingkungan hidup oleh pemburu culas. Kerap kali, media massa tak hanya mengulas keindahan flora dan fauna. Mereka juga membubuhkan harga atau nilai ekonomis dari flora dan fauna yang bersangkutan. Bahkan lebih parah lagi, media massa seperti itu juga pandai melakukan provokasi massa agar tergiur menggeluti bisnis flora fauna yang belum jelas peta bisnisnya.
Sangat banyak contoh berita semacam itu. Mulai dari anthurum, kantung semar, buah merah, aneka reptil langka dan unggas atau burung. Pemberitaan hobii flora dan fauna tanpa diiringi upaya edukasi cara budidaya dan pelestarian tentu saja sangat membahayakan kelestarian lingkungan hidup. Berita flora dan fauna yang menarik bisa diperoleh ketika sebuah satwa langka berhasil dikembang biakkan secara eksitu.
Akibat ulasan berita yang tidak seimbang seperti itu, banyak diperjualbelikan satwa dan tanaman langka yang belum bisa dibudidayakan. Padahal, pasar masih menggantungkan suplai mahluk-mahluk itu dari pemburu liar di hutan. Contoh kasus adalah pakis monyet, anggrek species, dan kantung semar.
Sementaraitu, di dunia hobi burung berkicau amat banyak jenis burung ocehan yang belum bisa dibudidayakan namun telah diperjual belikan secara bebas. Contoh burung pentet (Lanius schach), anis macan (Zoothera dauma), kacer (Copsychus Saularis) , dan branjangan (Mirafra javanica). Ironisnya jenis burung tersebut banyak diperlombakan dan termasuk dalam kelas favorit. Kelas ini banyak diminati dan menawarakan hadiah yang sangat menggiurkan. Tak jarang, burung yang berhasil menjadi jawara akan dibandrol harga di luar nalar sehat (Ratusan juta rupiah). Akibatnya semakin banyak pehobi tergiur untung. Eksploitasi tak terkendali kian parah.
Kian langka- semakin mahal. Hal itu sudah menjadi hukum dalam dunia hobi flora dan fauna. Sementara, mahluk langka dan mahal merupakan obyek menarik sumber berita bagi media massa. Tanpa disadari, hubungan simbiosis antara pehobi dan media massa yang tak bertanggungjawab seperti itu menjelma menjadi sebuah lingkaran hitam penghancur semesta.
Mari kita bijak berbisnis, bijak mewartakan dan bijak berhobi (orangtuaidaman.com)