BREEDING PERKUTUT, KELIR PUTIH DIIDOLAKAN
ORANGTUA IDAMAN – Urung kepincut pesona love bird dan kenari, Istadi malahan sukses breeding perkutut putih. Meski sempat tergoda iming-iming akan mendapatkan untung besar dari dua jenis burung itu.
“Saya hampir meninggalkan ‘dunia’ perkutut yang sudah bertahun-tahun saya tekuni. Tapi untunglah, waktu luang saya yang terbatas mengurungkan niat alih piaraan itu,” kisah pria 45 tahun, breeder perkutut di Yogyakarta.
Untuk mengobati rasa penasaran, dia coba memelihara beberapa ekor love bird dan kenari. Tapi beberapa bulan kemudian semuanya mati, lantaran kurang terurus. Kesibukan sebagai karyawan RRI Yogyakarta tak bisa sepenuhnya memberi layanan perawatan pada kedua jenis burung impor tersebut. “Akhirnya saya niatkan untuk konsisten saja ke perkutut,” lanjut bapak dua anak ini saat ditemui di lokasi breeding-nya di Tegal, Jambitan, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.
Istadi menggeluti perkutut sudah lebih dari lima tahun. Namun benar-benar fokus pada breeding kurang lebih sejak dua tahun lalu. Jati Mas Farm, nama usaha penangkaran perkututnya, cukup dikenal di kawasan Bantul dan Yogyakarta. Saat ini memiliki lebih dari dua ratus ekor indukan. Sebagian perkutut miliknya tengah mengeram dan meloloh puluhan piyik atau anakan.
Yang menarik, dari ratusan ekor piaraannya itu ada dua indukan yang menurunkan perkutut berbulu putih. Perkutut putih inilah yang menjadi daya tarik, bahkan kemudian menjadi trade-mark farm miliknya. Lantaran breeding perkutut putih itu, menjadikan farm penangkarannya dikenal dan banyak didatangi peminat.
Jika ditotal, ada sekitar dua puluhan ekor anakan perkutut putih berhasil dia tetaskan. Dan seluruhnya selalu habis terjual. Saat ini tinggal empat anakan perkutut putih yang masih diloloh induknya, itupun sudah ada calon pembelinya. “Belum netas saja sudah pada dipesan. Sampai-sampai saat ini nggak sempat menyisakan anakan (perkutut putih),” lanjutnya.
Cari Pasangan Sendiri
Tentu bukan hanya anakan berbulu putih yang diminati pembeli, tetapi juga perkutut pada umumnya. Pasalnya, semua yang dia tangkarkan berasal dari indukan berkualitas, paling tidak pernah jawara di kontes. Diantaranya keturunan Palem, yang berasal dari Putra Sunda Farm Cirebon dan trah Putra Ujang dari Garut, keduanya pernah menyabet jawara lomba di tingkat nasional.
Dari hasil breeding, dalam sebulan Istadi mampu menjual sedikitnya 20 ekor anakan. Itu belum terhitung dengan anakan berbulu putih.
Istadi sengaja menempatkan piaraannya dalam kandang seri. Kandang ukuran besar yang setiap petak diisi lebih dari lima atau enam ekor. Tujuannya agar pejantan dan betina mencari pasangan sendiri. “Kata orang tua dulu, kalau pejantan maupun betina mencari pasangan sendiri, anakan yang dihasilkan akan memiliki kualitas fisik dan umur lebih panjang daripada kalau kita jodohkan secara ‘paksa’,” ujarnya.
Tak banyak yang dilakukan Istadi untuk berpromosi. Dia mengaku, satu-satunya cara hanyalah sering menghadiri lomba atau kontes, meskipun tidak menjadi peserta. Di situ dia berupaya menjalin perkenalan dengan para penghobi perkutut. Lewat perkenalan itu, kemudian ada beberapa yang mengunjungi tempat penangkarannya. “Yang pernah datang kesini akan bercerita pada teman yang lain, begitu akhirnya banyak yang tahu usaha saya,” katanya.
Keberhasilan Istiadi tak lepas dari hobi dan juga fokus pada usaha yang digeluti. Hobi mendorong orang untuk menyayangi dan merawat sepenuh hati piaraannya. Fokus membuat orang cermat memandang situasi sehingga tidak mudah terombang-ambing situasi. “Bukan berarti usaha saya bebas dari masalah. Pernah beberapa telur hilang. Setelah saya teliti ternyata ada bagian kandang yang bolong hingga kemasukan tikus,” jelasnya.
Dalam usaha apapun, lanjutnya, fokus menjadi kunci utama. Karena yang namanya fokus itu, kalaupun kemudian menghadapi hambatan akan lebih mudah mencari solusinya. Orang yang fokus pada usahanya, kemungkinan besar juga tak mudah jera ketika mengalami kegagalan. “Sekali gagal akan berusaha bangkit dua kali, perumpamaannya begitu,” tegas Istadi.
Tangguh Segala Cuaca
Menangkar maupun merawat perkutut, jelas Istadi, jauh lebih mudah dibandingkan dengan merawat burung ocehan. Perkutut termasuk unggas yang tangguh segala cuaca. Selain tergolong burung lokal, yang secara genetis telah ‘sempurna’ beradaptasi dengan cuaca dan iklim tropis, juga memiliki daya tahan tubuh lebih tinggi.
“Perkutut nggak akan sakit ketika memakan makanan yang terkena kotorannya sendiri. Selain itu juga tidak kikrik (pilih-pilih) dalam hal perawatan. Minumannya juga nggak perlu air matang. Tidak harus setiap hari mengganti tempat minum maupun tempat makan. Pendeknya, nggak ribetlah pemeliharaan maupun perawatannya,” jelas Hari Kuntadi pedagang burung di Jl Godean km 8 Bantulan, Sleman, Yogyakarta.
ARTIKEL SERUPA