IDE EDU

BELENGGU PENDIDIKAN KOGNITIF

ORANGTUA IDAMAN. Banyak yang beranggapan bahwa jika aspek kognitif telah dikembangkan secara benar, maka aspek afektif otomatis akan turut berkembang secara positif. Padahal, asumsi ini adalah kesalahan yang serius.

Pengembangan kawasan afektif dalam sistem pendidikan memerlukan kondisi yang kondusif. Artinya, dibutuhkan desain yang terencana. Seperti hasil penelitian Jacob (1975) yang dikutip oleh Krathwohl dan Bloom mengungkapkan bahwa “The evidence suggest that affecgive behaviors develops when appropriate learning experiences are provided for students much the same as cognitive behaviors develop from appropiate learning experiences” (Kratwohl, 1980: 20).

Ranah Kognitif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Sedangkan ranah afektif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.

SIMAK JUGA ARTIKEL IDE EDU BERIKUT!

Mengambaikan aspek afektif dapat merugika. Perkembangan peserta didik secara individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Tendensi yang ada ialah bahwa peserta didik mengatahui banyak sesuatu, namun minim sikap, minat, sistem nilai, maupun apresiasi positif terhadap yang mereka ketahui. Hasilnya, mereka tidak dapat menunjukkan unjuk kerja ataupun perilaku sesuai dengan yang mereka ketahui secara kognitif dalam kapasitas optimal.

Posisi sikap, minat, sistem nilai, dan apresiasi (afektif) seseorang terhadap sesuatu fenomena kognitif sangat berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Di dunia nyata banyak contoh yang bisa diambil betapa posisi afektif dapat berpengaruh kuat kepada perilaku seseorang. Salah satunya yaitu, selama menghadapi pandemi covid-19, masyarakat memilih melakukan protokol kesehatan agar bisa segera keluar dari pandemi atau justru sebaliknya, memilih tak berjuang sehingga pandemi berlangsung berlarut-larut hingga berimbas kepada krisis berkepanjangan.

Contoh tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa ketika seseorang telah memiliki posisi afektif terhadap sesuatu hal maka risiko apa pun akan ditempuh.

Dalam pendidikan, sesungguhnya kita juga berjuang. Melawan kebodohan, kemalasan, dan ketidakefisienan sistem belajar. Oleh karena itu aspek afektif seharusnya dikembangkan sejak dini untuk menumbuhkebangkan rasa bertanggungjawab. Sehingga anak memiliki kemampuan pengendalian diri serta dapat berperilaku sesuai denhan kapasitas kognitif yang mereka miliki. ( Orangtua Idaman).




Yohana Erlina

Guru, pemerhati pendidikan, dan penulis.

error: Content is protected !!