DICARI! OBYEK WISATA GRATIS, BISA BUANG SAMPAH SEMBARANGAN
SEHARUSNYA BERKAH ITU DIMANFAATKAN SECARA BERTANGGUNGJAWAB. AGAR SENANTIASA LESTARI, OBYEK WISATA BUTUH PERAWATAN. TAK HANYA SEBATAS DINIKMATI, DIKOTORI, LALU DITINGGAL PERGI.
“Sampun kathah ingkang kula emutaken, nanging malah bathi dipisohi, mas (Sudah banyak yang saya ingatkan, tapi saya malah dimaki, mas).”
Muntahan perasaan Abdul Azis, petugas lapangan pengelola Pantai Kartini itu menjadi saksi begitu minim kesadaran lingkungan yang lekat dalam diri wisatawan.
Di sisi lain, tak sedikit pelancong mendambakan obyek wisata gratis alias tak dipungut retribusi. Harapan berwisata cuma-cuma ini bercokol di atas pendapat bahwa pantai dan obyek wisata alam lain adalah karunia Tuhan. Bebas dinikmati semua orang secara gratis.
Gagasan serupa diutarakan oleh Alif Hasan, pengusaha kuliner di kawasan Pantai Pungkruk. “Akses masuk ke Pantai Pungkruk adalah jalan milik masyarakat setempat. Jadi, masyarakat disini menolak adanya penarikan retribusi,” paparnya.
Sampai saat ini, pos retribusi Pantai Pungkruk belum beroperasi. Jadi, wisatawan dapat berkunjung ke tempat itu secara gratis.
Akan tetapi, kesempatan berwisata gratis itu nampaknya tidak diimbangi rasa bertanggung jawab.
Ragam fasilitas di Pantai Pungkruk terbengkalai. Ayunan yang putus, semak tumbuh menjulang, dan sampah di beberapa sudut yang sudah lama teronggok dan tak terurus. Kini, semua itu menjadi warna-warni Pantai Pungkruk. Padahal, konon katanya pesisir ini adalah sentra kuliner terbesar di Jawa Tengah.
“Dulu masyarakat dan petugas Dinas Pariwisata rutin bekerja sama merawat dan membersihkan berbagai sarana wisata disini. Tapi, sekarang sudah jarang, bahkan bisa dikatakan tidak pernah dilakukan lagi,” kata Tutik, istri Alif Hasan.
Ironisnya, tak sedikit pelancong menuntut penambahan fasilitas di kawasan wisata ini. Padahal Pantai Pungkruk tak beretribusi.
Keinginan masyarakat itu tercermin dalam berbagai ulasan Pantai Pungkruk yang terbit di Google Map.
Semua Bertanggungjawab
Kebersihan dan kelestarian lingkungan tak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Bukan pula masyarakat setempat. Melainkan menjadi tanggung jawab seluruh unsur yang hadir di loka wisata tersebut.
Dibutuhkan rasa bertanggung jawab, konsisten, tulus, dan ikhlas.
Tak sekadar berteori, Abdul Azis membuktikan hal itu. Walau banyak pengunjung tak henti menabur sampah di Pantai Kartini, ia tak pernah lelah hati menuai sampah yang mereka tabur.
Jejak kotor para wisatawan nakal itu terlihat jelas ketika hari masih pagi. Segera setelah itu, pria yang akrab disapa Azis ini menghapus semua jejak kotor itu.
Tak jarang pula ia menegur pengunjung yang semena-mena membuang sampah, namun ia malah diupah makian.
“Jangan pernah berhenti dan jera, selama tujuannya baik. Ikhlas menjadi kuncinya,” ungkap pria yangbtinggal di Kecapi, Jepara itu.
Tak sebatas menunaikan kewenangan dari Dinas Pariwisata, pekerja harian lepas ini tak segan berinisiatif membenahi sarana yang usang dan membahayakan pengunjung. Meskipun hal itu belum ditugaskan.
“Jaring tali ini sudah usang. Jika terus-terusan diabaikan, taruhannya nyawa pengunjung. Saya ganti dengan tali berkualitas paling bagus, Merek Seagull. Harus cepat diperbaiki, saya talangi dulu biayanya. Total menghabiskan Rp 6 juta. Sekarang seluruhnya sudah diganti,” ungkap Azis sambil menunjukkan pagar jaring yang menjadi pelindung salah satu anjungan di Pantai Kartini itu.
Beranjak dari Pantai Kartini menuju Teluk Awur. Kawasan ini sebagian dikelola masyarakat (perorangan), bagian yang lain dikelola oleh Pemerintah Desa.
Dulu, banyak orang menganggap pantai ini kotor. Terutama ketika musim hujan tiba. Kini Teluk Awur tampil beda. Di pantai ini, Pemerintah Desa dan masyarakat saling bekerja sama menjaga kebersihan.
Dewi, pemilik kios jajanan di dekat makam Mbah Jogo Laut, mengaku bekerja sama dengan petugas kebersihan yang dikelola oleh Pemerintah Desa. “Setiap minggu saya membayar biaya kebersihan Rp10.000,” paparnya.
Bermodal ongkos kebersihan sebesar itu, setiap hari petugas kebersihan mengangkut sampah yang terkumpul di kiosnya.
Sementara itu, menurut Dewi, kebersihan lingkungan menjadi kewajiban setiap kios. “Saya sendiri tidak betah jika kotor. Setiap hari harus saya sapu,” kata Ibu berperawakan ramping itu.
Sampah adalah tanggung jawab bersama. Pedagang telah menikmati laba dari jajanan, sedangkan pembeli mereguk nikmat isi jajanan.
Hak selalu diiringi kewajiban. Setelah nikmat disantap, penjaja dan pembeli sama-sama bertanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkan (orangtuaidaman.com)
WARNA-WARNI WISATA
KALIURANG PARK – BOTANICAL GARDEN: BUAH EVOLUSI KALIURANG JADUL
SEKARANG, KALIURANG TAK SEKADAR MEMBUAT HATI SENANG. LOKA WISATA INI PUN MEMBIKIN ANANDA PINTAR. Bagi yang dulu pernah berlibur ke
GRAND ARKENSO PARKVIEW: MENGINAP DI ATAS KELAP-KELIP ATAP KOTA SEMARANG
DARI DALAM KAMAR GRAND ARKENSO PARKVIEW, PEMANDANGAN SENJA…
GEMBIRA LOKA ZOO: LEBIH INTIM DENGAN SATWA
DI GEMBIRA LOKA, PENGUNJUNG TAK SEKADAR MENYAKSIKAN BERAGAM…
UMBUL WEDOK KLATEN: SEGARNYA BERENANG AIR “AQUA”, BERBONUS SPA GARRA RUFA “NDESO”
Selama ini Klaten populer dengan pemandian Umbul Ponggok.…
SINDU KUSUMA EDUPARK: DARI BIANGLALA RAKSASA, SINEMA HOROR SAMPAI RUMAH TEROR
SORE ITU KAWAN-KAWAN DARI SD NEGERI 1 GEMULUNG…
LOST IN INDONESIA
SOTO LEDOK JATI: KUAH KAYA REMPAH, SEDAP BIKIN KALAP
SEPIRING PENUH DAGING AYAM KAMPUNG HANGAT HADIR MENGGIURKAN. LEMAKNYA MELELEH NEGITU ADUHAI. BERSANDING SEMANGKUK SOTO BENING. BERKAWAN SERBA-SERBI GORENGAN DAN
SENTRA IKAN ASAP PESAJEN: PATIKOLI PANGGANG PALING DIMINATI
BINGUNG MENCARI OLEH-OLEH KHAS JEPARA? YUK BERBELANJA IKAN ASAP DI KAWASAN PESAJEN. Soal ikan laut dan sea food Jepara gudangnya.
HINDU NUSANTARA vs HINDU INDIA
KONSEP-KONSEP DAN KEAHLIAN TEKNIK HINDU DILOKALKAN DAN DIELABORASI KEMBALI. MENJADI BERNAPAS KHAS INDONESIA. Bagai sebuah jarum yang menusuk ke dalam
CANDI ITU GUNUNG MERU, BUKAN KUBURAN
CANDI DIBANGUN UNTUK MENGHORMATI RAJA DAN RATU YANG SUDAH MENINGGAL. Kata “candi” berasal dari kata candikagrha. Yaitu tempat tinggal Dewi
SEGA TUMPANG LETHOK MBAH TUK’IN: SEPORSI CUMA TIGA RIBU RUPIAH
TERSEMBUNYI TAK HARUS NYELEMPIT DI TEMPAT SULIT. RASA NIKMAT LETHOK TUMPANG MBAH TUK’IN HANYA DAPAT DISANTAP OLEH MEREKA YANG TAK