SMPN 136 JAKARTA: SEKOLAH HIJAU DI PINGGIR PELABUHAN
ORANGTUAIDAMAN.COM – SMP Negeri 136 Jakarta dikenal sebagai salah satu sekolah hijau (green school). Meskipun keberadaannya dekat dengan Pelabuhan Tanjung Priok yang panas dan gersang.
Dulu suasana sekolah ini, menurut Ibu Diah Wayanti, S.Pd, M.Si, belum sehijau sekarang. Kalaupun ada tanaman jumlahnya masih sangat sedikit. “Kebetulan saya sangat suka tanaman, akhirnya saya rintis gerakan menanam pohon bersama seluruh warga sekolah, baik guru, karyawan ataupun siswa mulai tahun 1998,” tutur Kepala Sekolah SMPN 136 di Kelurahan Tugu Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara.
Untuk ukuran sekolah menengah pertama di kawasan Jakarta Utara, SMP Negeri 136 Jakarta yang akrab disebut SAGANAM inimemiliki lahan lumayan luas. Sekitar 5.962 m2. Sayang sekali jika banyak lahan kosong yang dianggurkan begitu saja. Ibu Diah kemudian berinisiatif untuk membangun fasilitas green house, taman dengan kolam air mancur, hutan mini, dan kolam ikan hias guna menunjang penghijauan di lingkungan sekolah.
“Tahun 2010, kami mendapat kunjungan dari tim penilik dari Pemprov DKI yang diprakarsai oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta. Melihat ada sekolah hijau di kawasan gersang seperti Tanjung Priok, beliau kaget dan meminta kami untuk ikut dalam ajang Lomba Taman Sekolah se-DKI Jakarta. Mungkin karena melihat semangat dari seluruh warga sekolah dan upaya kami melestarikan tanaman produktif seperti pohon jati belanda, mangga, jambu, belimbing, maka SMPN 136 Jakarta dinobatkan sebagai juara pertama dalam ajang Lomba Taman Sekolah se-DKI Jakarta Tahun 2010,” kata Drs. Yori Hermawan, guru IPA di sekolah tersebut.
Toga dalam Green House
Green house yang terletak di sudut kiri halaman sekolah, sengaja dibangun sebagai tempat budidaya tanaman obat keluarga (toga). Ada banyak jenis toga yang ditanam di sini, diantaranya jahe, kunyit, kumis kucing, dan lain-lain. “Untuk mengoptimalkan ruang green house yang terbatas, kami menggunakan sistem vertikultur (bertingkat) menggunakan material pot dan rak susun dari besi,” terang Yori.
Terlihat juga beberapa tanaman merambat yang ditanam di dalam pot lalu digantung di langit-langit. Tapi ternyata, tak semua toga ditanam menggunakan pot. Sedikit lahan yang tersisa digunakan sebagai tempat menanam pohon cabai.
“Tak jarang kami mengajak siswa untuk turun langsung ke kebun. Mereka begitu antusias dan bersemangat mengikuti materi bercocok tanam. Ada yang menyiram, menyiangi daun kering, menebar benih, atau memindahkan bibit dari polybag ke tanah,” lanjutnya.
Sebagai sarana relaksasi, tepat di depan green house dibangun sebuah taman refleksi dengan sebuah kolam ikan di bagian tengahnya. “Kami beri nama taman refleksi karena ada jalur khusus bebatuan yang bisa dijadikan sebagai alat refleksi,” ucapnya. Jalur ini dibangun mulai pintu masuk taman hingga pintu masuk green house. Siapa saja yang ingin mencoba, bisa langsung membuka sepatu dan jalan di atas bebatuan dengan bertelanjang kaki. Tonjolan-tonjolan batu yang menempel pada telapak kaki, akan melancarkan peredaran darah dan membuat tubuh menjadi lebih segar.
Memproduksi Kompos
SMP 136 Jakarta tidak hanya unggul dengan green house dan tamannya yang indah. Untuk mengolah sampah organik yang dihasilkan dari lingkungan sekolah, disediakan sarana pembuatan kompos. Drum besar untuk mengolah kompos dicat warna-warni, dilengkapi dengan petunjuk (langkah-langkah) membuat kompos. Untuk melatih siswa belajar mengolah sampah, biasanya kegiatan ini dimasukkan dalam kegiatan ekstra kurikuler.
Ada empat proses pembuatan kompos yang diterapkan SMPN 136 Jakarta. Pertama-tama, sampah organik dipotong-potong atau dicacah seukuran 1 cm. Langkah kedua, sampah organik dibasahi dengan bio aktivator (EMA) dan Molase hingga merata dan lembap. Ketiga, cacahan sampah itu dimasukkan ke dalam tong kompos dan ditutup rapat. Keempat, tunggu sampai 3 – 5 hari, sampah organik diaduk terus hingga terjadi fermentasi. Setelah 3 – 4 minggu, kompos sudah jadi dan siap dimanfaatkan.
Produksi pupuk sendiri di SMPN 136 Jakarta, diberi nama Flamboyan Kompos. Anggotanya adalah para siswa yang secara bergilir diberi pelatihan untuk mencintai lingkungan. “Proses belajar itu tidak harus selalu di kelas. Sesekali para siswa kami ajak praktik langsung ke kebun untuk membuat kompos, atau menanam bibit tanaman. Esoknya giliran siswa yang lain. Begitu seterusnya, sehingga rasa cinta terhadap lingkungan bisa dipupuk dalam diri siswa sejak dini,” kata Pak Yori bijak.
Sekolah Hijau Gudang Prestasi
Kegiatan penghijauan yang sudah berlangsung lama tersebut, ternyata membawa dampak positif bagi nama baik SMPN 136 Jakarta. Segudang prestasi pernah diraih, diantaranya Juara 1 Lomba Taman Sekolah se-DKI Jakarta 2010, Juara 2 Lomba Indosat Shortmovie dengan judul Laskar Hijau, Finalis Sekolah Sehat Tahun 2011, dan masih banyak lagi.
Film dokumenter berjudul Laskar Hijau itu digagas oleh Ir. Bambang Rashatanto, M.M, yang menjabat sebagai pembina ekstra kurikuler film pada tahun 2009. “Film ini menceritakan bagaimana besarnya semangat siswa untuk menghijaukan lingkungannya. Mulai dari menanam pohon, membuat kompos, biopori, dan kegiatan lain yang bisa menghijaukan dan melestarikan lingkungan,” ujar Bambang bersemangat. Film dokumenter ini telah berhasil menyisihkan 10.000 peserta dari kalangan pelajar se-Indonesia.