WANITA KARIR TAK HARUS MURTAD DARI KODRAT
Menomorsatukan profesi namun tetap mengutamakan keuarga itu jalan berbatu dan terjal. Disiplin dan manajemen waktu menjadi kunci.
Profesi dan keluarga tak seharusnya dipertentangkan. Memilih menjadi wanita karir bukan berarti harus murtad dari kodrat alam sebagai ibu bagi anak negeri.
Ibu bak oase di tengah garangnya gurun kehidupan. Kehadirannya hendaklah menjadi kesejukan dan kelembutan. Peringai anak negeri yang kian beringas adalah isyarat keras bagi para wanita karir tuk segera mawas diri.
Gaya hidup moderen membuat semakin banyak anak negeri haus sejuk tutur-kata ibu. Lapar kasih sayang bunda. Melahirkan generasi garang, generasi motherless.
Faktanya, kini kian banyak wanita berkarir namun abai terhadap hak anak dan keluarga.
Corona Menyapa Bunda
Pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu seolah menyibak fakta peran ibu terhadap anak. Tak sedikit ibu kehilangan naluri mendidik, membimbing belajar, dan mendampingi hidup.
Kini, peran sebagai pendidik seakan-akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab guru. Sekolah berubah menjadi tempat penitipan anak, sementara orangtua asyik memegahkan diri bermahkota karir.
Ketika pandemi merebak, tak ada anak bersekolah, tak jarang orangtua menyalahkan guru. Tanpa sekolah, orangtua kelimpungan mendidik anak. Suasana belajar bersama orangtua seharusnya menyenangkan. Nyatanya justru berubah menjadi kekerasan terhadap anak. Ini lah faktanya, banyak orangtua kehilangan naluri mendidik anak.
Adalah Eva, remaja yang konon mantan anak asuh ART. Sejak bayi, eksistensi Eva selalu digilas dan ditindas profesi sang Ibu.
Setiap hari Eva diasuh Emak (ART). Saat kedua orangtuanya terbenam dalam buaian karir, Eva berkawan sepi, Emak pun asyik bercumbu bersama ponselnya.
Ketika kawan-kawan sebaya fasih berucap bahasa ibu, Eva bertutur dalam bahasa sunyi. Sewaktu berkomunikasi, ia senang memperhatian benda-benda yang disukai. Lawan bicara pun diabaikan. Awalnya, Eva diduga mengidap autis. Namun, psikolog menyatakan Eva adalah anak normal.
Eva hanyalah satu contoh anak yang lahir di bawah bayang-bayang candu karir. Masih banyak Eva lain. Tak sedikit pula orangtua pemabuk karir. Menyerahkan hak asuh anak kepada ponsel dan ART.
Terjaga oleh tamparan keras kehidupan itu, sang Ibu tergopoh-gopoh kembali tunduk kepada norma usang. Menganut profesi sebagaiIbu rumah tangga. Mencampakkan karir yang dibangun bertahun-tahun bertumbal anak. Lantas apakah pilihan seperti ini menjadi keputusan bijak?
Menomorsatukan profesi namun tetap mengutamakan keluarga seharusnya bisa dipraktikkan. Disiplin dan manajemen waktu menjadi kunci.
Sadar Porsi Diri
Semua orang dikaruniai porsi waktu sama, 24 jam. Jatah itu tak bisa diulur pun tak dapat disunat. Waktu adalah karunia. Sangkala tak lain adalah hidup ini. Memberikan waktu kepada keluarga berarti mempersebahkan hidup kepada orang-orang terkasih. Lebih dari itu, menjadi bentuk syukur kepada Sang Maha Sumber Cinta Kasih.
Membagi waktu berkarir dan berkeluarga secara adil pun menjadi kunci. Butuh komitnem dan disiplin menjalani pembagian waktu yang adil itu.
Adil itu bukan soal kuantitas. Tak lupa kualitas juga wajib digenapi. Perkembangan anak dan keselarasan kehidupan berkeluarga menjadi tolok ukur keberimbangan itu. Ketika perkembangan dan pertumbuhan anak terganggu, orangtua wajib mawas diri. Itu artinya jatah perhatian kepada anak harus ditambah.
Kemudian muncul pertanyaan, apakah porsi berkarir harus dikurangi?
Jawabannya, ya. Merelakan porsi berkarir demi tumbuh-kembang anak. Porsi berkarir ditekan sampai batas toleransi peraturan yang berlaku di tempat bekerja.
Ada kalanya, keseimbangan antara berkarir dan berkeluarga dicapai tanpa harus mengorbankan banyak jatah waktu berkarir. Namun ketika pencapaian keseimbangan itu memaksa Anda mengorbankan porsi berkarir sampai pada batas minimum, artinya Anda selayaknya menerima kenyataan tersebut. Itulah batas kemampuan diri Anda.
Memaksakan kemampuan diri akan berakibat ketidak adilan. Hak keluarga pasti menjadi tumbal.
Berkarir secara adil itu butuh konsistensi dan kedisiplinan. Saat berkarir, fokuslah kepada karir. Sehingga kita menjadi pribadi profesional. Demikian pula ketika berkeluarga, fokuslah berkeluarga, abaikan urusan karir. Disiplin tak bisa ditawar-tawar apa pun alasannya.
Lantas bagaimana ketika batas minimal berkarir sudah dicapai namun porsi yang dibutuhkan anak belum tergenapi?
Dalam praktiknya, peran dan dukungan anggota keluarga dibutuhkan, utamanya suami. Berbagi porsi berkeluarga dengan suami adalah jalan bijak. Mendidik anak bukan menjadi satu-satunya tanggungjawab isteri. Sebaliknya, berkarir juga bukan hak monopoli suami. Suami dan isteri bersama-sama berkarir sembari mengukir pribadi dan karakter anak menjadi lebih lengkap.
Peran orang-orang dekat juga dibutuhkan untuk mewarnai tumbuh-kembang kepribadian anak. Utamanya peran nenek dan kakek. Kita dapat membagikan porsi terukur mendidik anak kepada mereka. Perpaduan pendidikan orangtua, nenek dan kakek menjadikan anak kaya khazanah kehidupan.Diharapkan, kerja sama dalam keluarga tersebut mewujudkan kelegaan dan memperbesar porsi berkarir.
Hidup adalah berkat, maka hendaklah seorang Ibu menjadi berkat bagi orang-orang di sekitarnya. Berkat tak semata-mata ditakar sebagai materi dan gaji berkarir. Memberikan hidup berupa kehadiran, eksistensi, perhatian, kasih sayang, dan kedekatan adalah berkat.
Fakta yang kerap terjadi, profesi yang seharusnya menjadi berkat justru berubah sebagai berhala. Tak sedikit wanita karir terjerumus ke dalam pengejaran kemegahan diri.
Ingkar terhadap kewajiban kodrati ibu, menginjak hak keluarga sembari terus bersolek memegahkan diri. Rakus, melahap sebagian besar porsi hidupnya demi membangun proyek mercusuar diri yang rapuh.
Seharusnya, wanita karir senantiasa cerdas mengelola waktu. Bijak berbagi kehidupan (orangtuaidaman.com)
WARNA-WARNI MAHLIGAI
HARBOLNAS: ‘HARI BOLOS NASIONAL’ ITU PENTING AGAR KELUARGA HARMONIS
ORANGTUA IDAMAN – Surprise atau sesuatu yang mengejutkan selalu lebih menyenangkan. Menjadi kontras dan dinamika yang indah dalam hidup. “Nak,
“FATHERLESS” DAN DAMPAKNYA BAGI ANAK
ORANGTUA IDAMAN – Dampak fatherless bagi anak-anak yang bersekolah antara…
IDE EDU
NAK, SAKIT ITU SALAH SATU CARA KITA BELAJAR
ANAK PANDAI MATEMATIKA DAN ILMU “PASTI” MENJADI IMPIAN BANYAK ORANGTUA. ANEHNYA, HANYA SEDIKIT ORANGTUA MENYADARI SEJATINYA HIDUP INI PENUH KETIDAK
“WISATA” LITERASI PERPUSDA KABUPATEN JEPARA
PENGUNJUNGNYA BUKAN SAJA ORANG-ORANG SEKOLAHAN. JUGA TAK HANYA PARA PERACIK SKRIPSI. EMAK-EMAK BERSAMA ANAK-ANAK HADIR PULA DI TEMPAT INI. Jangan
HIDUP ADALAH WISATA: INGIN ANAK BERBUDI PEKERTI LEMBUT? BERWISATALAH!
ADA KALANYA HATI PEJAL AKAN MELUNAK DAN TERBUKA DI HADAPAN ALAM. PADA SAAT ITU LAH, MOMENTUM TERBAIK UNTUK MENYEMAI NILAI
MEMUPUK KECERDASAN ALAM ANAK
ANAK BERUSIA 7-9 TAHUN BERPOTENSI BESAR MENJADI INDIVIDU ARIF TERHADAP ALAM. Salah satu dari sembilan multiple intelligencer (kecerdasan majemuk) manusia
PENDIDIKAN DEMOKRATIS: LANDASAN KOKOH P5 KURIKULUM MERDEKA
Salah satu nilai dalam Pancasila yaitu demokrasi. Pengembangan Proyek Penguatan Profil Pancasila (P5) selayaknya ditanamkan melalui model pendidikan demokratis. Pendidikan