MENGAIS REZEKI DI DASAR KAWAH SUNYI
ORANGTUAIDAMAN.COM Banyak urusan di dunia ini yang bisa ditunda, tapi tidak untuk urusan perut. Perut “keroncongan” harus segera diisi, kebutuhan makan-minum harus dipenuhi. Kadang demi memanjakan perut, urusan kesehatan terpaksa diabaikan. Sapri, yang bekerja sebagai buruh gendong belerang, hanyalah salah satu penganut cara hidup yang terpaksa mengutamakan perut.
Pria kelahiran Banyuwangi itu mengaku mampu memikul 180 kg belerang setiap hari. Belerang sebanyak itu ia angkut secara bertahap dalam dua kali gendongan. “Kalau badan sedang sehat, sekali gendong bisa mengangkat 80 – 90kg. Tapi kalau sedang tak enak badan, 60 kg pun sudah mujur, Mas,” tutur pria berputri satu itu di bibir kepundan Gunung Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur.
Pukul 05.00, Sapri memulai dinas hariannya sebagai buruh gendong belerang. Dua buah keranjang bambu menggantung di ujung pikulan menjadi teman setia. Peranti lain yang ia bawa, secarik handuk sebagai pelindung hidung. Saat mengeruk belerang, handuk kecil itu dibasahi. Lalu dibalutkan menutupi mulut dan hidung. Kain kumal itulah yang setiap hari “membentengi” paru-paru Sapri dari paparan gas solfatara. Botol beks air mineral berisi penuh teH manis ikut menjadi muatan wajib dalam keranjang. Teh manis ini menjadi minuman harian pendongkrak tenaga yang murah meriah. Sapri tak pernah mengenal minuman berenergi atau suplemen penambah tenaga yang kerap diiklankan di teve. Asap belerang yang selalu mengepul, membuat setiap orang yang menghisap merasa bak tercekik dan tersedak. Namun bagi Sapri, asap beracun itu sudah seperti menu “makan siang” yang terpaksa disantap setiap hari.
Beberapa meter menjelang kawah, asap bukan hanya menyumbat tenggorokan. Tapi juga bikin mata pedas, sehingga merintangi pandangan mata. Ini mewajibkan siapa saja agar lebih cermat dan berhati-hati menapakkan kai di atas jalur yang rumpil. Desis semburan gas belerang semakin jelas. Sesekali diselingi suara penambang tersedak dan terbatuk. Kawah seluas 1.160 m x 1.160 m itu dilatarbelakangi pemandangan molek. Tambang belerang terletak di tepi danau berair paling masam sedunia. Air di dalamnya mampu melumerkan besi yang dicelupkan. Setiap hari, kawah ini mengeluarkan belerang sebnyak 9 ton. Jumlah yang terlelu melimpah untuk dikeruk oleh penambang yang hanya berjumlah tak lebih 200 kepala.
Dari perut bumi, belerang tersaji berbentuk cairan mendidih. Bila sudah dingin akan menggumpal. Agar lekas membeku, bebrapa buruh menyemprotkan air menuju lelehan beraroma menyengat itu. Setelah mengendap, gumpalan berwarna kuning muda itu dipecah-pecah dengan linggis. Lalu dibagi-bagi kepada setiap buruh gendong. Porsinya disesuaikan dengan “cc” alias kekuatan masing-masing. Sementara Sapri, bersama buruh gendong belerang lainnya setia menunggu giliran pengisian keranjang. Setelah keranjang penuh, bukan berarti perjuangan usai. Justru dasar kawah itu menjadi awal perjuangan terberat Sapri. Pria tegar itu harus kembali merayapi tebing kepundan sambil menggendong pikulan berisi penuh belerang. Hati Sapri membujuk agar ia lekas keluar dari dalam kepundan. Namun, otot kaki dan panjang napas menjadi pembatas. Sesekali Sapri berhenti. Memberi kesempatan otot kaki mengendur sejenak. Menghela dan melonggarkan napas, walaupun masih dalam kepulan asap belerang. Kian dalam dan panjang Sapri menghela napas, kian banyak ia menyuntikkan gas beracun ke dalam paru-paru. Akibatnya, tersedak dan batuk menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindari di ujung helaan napasnya.
Bibir kawah menjadi titik kelegaan bagi setiap buruh gendong belerang. Di tempat itu mereka bisa kembali menghirup udara (lebih) bersih. Tak jarang mereka duduk santai sambil menenggak teh manis atau bekal lainnya. Perjalanan berlanjut ke pos penimbangan, sekitar 500 m dari kawah. Di sinilah Sapri menimbang rezeki. Upah yang akan diterimanya disesuaikan dengan isi pikulan.
Upah yang tak sebanding risiko. Udara sehat mengandung belerang tak lebih dari 0,5%. Sementara Sapri, setiap hari menghirup udara berkendungan belerang lebih dari 1,5%. Gas berumus kimia SO2 itu bereaksi dengan cairan dalam saluran pernapasan, membentuk asam sulfat (H2SO4). Berangsur-angsur paru-paru sapri dipenuhi cairan yang menjelma menjadi air accu zuur. Perih akan dirasakan, dada pun akan meledak karena paru-paru rontok. Sapri bakal terpaksa pensiun.
Sapri tahu, kemungkinan terburuk itu akan datang. Persoalannya: kapan. Minggu depan, bulan depan, tahun depan, atau malah besok pagi.