NASI KUCING BORJUIS: SAJIAN BHINEKA TUNGGAL IKA
BERKACA DARI EVOLUSI NASI KUCING, KITA BISA MENGETAHUI TUMBUH-KEMBANG EKONOMI PUN BUDAYA. KECUALI BAGI YANG GEMAR MENGINGKARI NIKMAT.
Nasi kucing dulu berbeda dengan nasi kucing sekarang. Konon, nasi kucing adalah sajian orang-orang pinggiran. Menunya sederhana, dan porsinya sedikit. Identik dengan kehidupan serba ngirit. Lantaran porsinya yang minimalis itu sajian ini diberi nama nasi kucing.
Namun faktanya, nasi kucing kini kian borjuis. Enggak seperti dulu yang porsinya cuma sejimpit. Mungkin kucing-kucing zaman sekarang juga kian borju. Di atas gerobak, nasi kucing zaman now berkawan dengan aneka sajian yang kian mriyayeni. Ada sosis, soju bin bakso keju, dan fried chiken atau bahasa bekennya ayam goreng.
Dulu dalam sebungkus nasi kucing dilengkapi lauk alakadarnya. Porsi lauk itu pun hanya seupil. Ragamnya juga tidak macem-macem. Paling-paling oseng-oseng tempe, teri, dan tepe kering. Sekarang lauk itu kian beragam dan mewah. Sambal goreng ati, rica-rica, mushroom alias jamur, dan irisan sosis.
Padahal waktu yang silam sajian kudapa pendamping nasi kucing adalah kudapan tradisional sederhana. Sebutlah singkong goreng, jagung rebus, kacang sebus, sukun goreng, ubi goreng tanpa tepung, kedelai rebus, dan pisang rebus.
Hanya kaum jadul yang doyan mengenyam ragam sajian itu. Generasi zaman now terlebih generasi milenial enggan mengudap hidangan sehat tersebut.
Tapi enggak apa-apa. Justru kucingan jaman sekarang kian berbudaya. Ada banyak budaya (masakan) dari mana-mana yang berbeda-beda, disesuaikan, lalu menjadi aneka sajian nikmat. Enggak fanatik, membuta dan chauvinis.
Tak hanya sajiannya yang kian beragam, penikmat nasi kucing pun kini kian egaliter. Tak ada diskriminasi di hadapan angkringan. Tua, muda, kaya, miskin, ningrat maupun ning ratan, ras, agama semua sama. Seolah nasi kucing menolak gaya hidup feodal. Akar nepotisme, kolusi, dan korupsi.
Porsi nasi kicing yang kian gempal dengan ragam kudapan yang semakin mewah dari waktu ke waktu menjadi salah satu bukti kesejahteraan yang kian mapan.
Di angkringan, orang pinggiran kini asyik menikmati sosis, galantin, sambal goreng ati, rica-rica, dan friedchiken. Konon, makanan itu hanya bisa dikudap orang-orang gede. Ternyata kesejahteraan tak serumit angka-angka statistik PDB.
Keanekaragaman kudapan yang memperkaya angkringan dapat menjadi pelajaran bagi kita. Selayaknya budaya, ras, agama, dan keberagaman golongan menjadikan kehidupan bangsa ini kian nikmat dan indah. (orangtuaidaman.com)
CELOTEH LAIN
SOTO LEDOK JATI: KUAH KAYA REMPAH, SEDAP BIKIN KALAP
SEPIRING PENUH DAGING AYAM KAMPUNG HANGAT HADIR MENGGIURKAN. LEMAKNYA MELELEH NEGITU ADUHAI. BERSANDING SEMANGKUK SOTO BENING. BERKAWAN SERBA-SERBI GORENGAN DAN SATAI. Di warung ini, soto ayam berisi suwiran daging ayam kampung, kecambah, bihun, dan irisan kol berkuah kaldu bening sedap. Kian segar dan nikmat bila jeruk nipis dikucurkan dan sambal dibubuhkan. Daging Ayam Kampung PecokHmmm… aroma daging ayam kampung sedap itu bercampur dengan uap kuah soto kaya rempah. “Menghasut selera…
NAK, SAKIT ITU SALAH SATU CARA KITA BELAJAR
ANAK PANDAI MATEMATIKA DAN ILMU “PASTI” MENJADI IMPIAN…
SENTRA IKAN ASAP PESAJEN: PATIKOLI PANGGANG PALING DIMINATI
BINGUNG MENCARI OLEH-OLEH KHAS JEPARA? YUK BERBELANJA IKAN…
HINDU NUSANTARA vs HINDU INDIA
KONSEP-KONSEP DAN KEAHLIAN TEKNIK HINDU DILOKALKAN DAN DIELABORASI…