TES SEPERTI INI YANG DIBUTUHKAN ANAK INDONESIA
ORANGTUAIDAMAN.COM Semoga asesmen pengganti ujian nasional dapat turut menjadi awal perubahan model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan riil peserta didik.
Langkah pemerintah mengganti ujian nasional menjadi asesmen diharapkan dapat memperbaiki mutu pembelakaran dan hasil belajar. Model ujian yang selama ini dilaksanakan tidak sesuai dengan kehidupan nyata peserta didik.
Kenyataan itu dibuktikan dengan banyak peserta didik yang lulus dengan nilai bagus namun tak memiliki kesiapan bekerja. Di sisi lain, tak sedikit anak yang tidak memiliki nilai tes namun justru sukses dalam hidupnya.
Salah satu contohnya adalah Ahmadi. Keterbatasan pendidikan bukan menjadi penghalang bagi Ahmadi, pengusaha jasa angkutan perairan sungai di Pontianak, Kalimantan Barat dalam meraih sukses. Pria yang tak bisa membaca dan menulis ini memiliki 20 set kapal angkut. Tiap set berupa 1 unit kapal tongkan dan 1 unit Tugboat atau kapal tunda.
Ketika masih kecil, Ahmadi ikut bersama orangtuanya yang bertugas di daerah pelosok dan belum ada fasilitas sekolah. Kondisi ini membuatnya tidak sempat mencicipi bangku sekolah. Saat usianya 12 tahun, pria ini sudah akrab dengan dunia pelayaran. “Pada usia tersebut saya sudah memulai profesi sebagai anak buah kapal (ABK). Sejak itu saya merasakan, pelayaran adalah jalan hidup saya,” papar Ahmadi. Pemuda ini nampaknya tak segan belajar dan mencoba. Selain menjalani profesinya sebagai anak buah kapal, Ahmadi juga mencoba mengemudikan kapal.
Kesuksesan mengelola usaha mencerminkan sesungguhnya Ahmadi mengantungi kecerdasan yang mumpuni. Sebab, mengelola usaha itu bukan hal mudah. Menyangkut banyak aspek yang komplek. Membutuhkan banyak aspek kecerdasan.
Di luar sana, banyak Ahmadi-ahmadi lain yang memiliki kemiripan kisah dan latar belakang. Fakta tersebut menjadi cermin bahwa sebagaian besar test canggih yang saat ini digunakan oleh para spesialis pembelajaran tidak berhubungan dengan kenyataan pribadi seorang anak. Berbagai tes, misalnya tes diagnostik, tes kecerdasan dan tes achievement tidak berhubungan dengan kehidupan nyata anak-anak.
Tes hanya akan membuat anak tertekan. Kecemasan, kebingungan, dan keraguan yang dialami saat mengerjakan tes hanyalah beberapa jebakan emosional yang menghadang anak-anak yang diwajibkan mengikuti sebuah evaluasi karena masalah belajar di ruang kelas. Tekanan ini menjadi berlipat ganda ketika anak-anak menganggap si pemberi tes sebagai kekuatan asing dalam kehidupan mereka.
Tes seharusnya memberi orangtua dan guru informasi mengenai kemajuan belajar anak-anak dan semua pikiran, perasaan, perilaku, serta pencapaian mereka menjadi serangkaian persentil, peringkat, nilai angka, dan label yang terdengar canggih.
Thomas Amstrong, dalam bukunya mengatakan, tes alternatif dianggap dapat melindungi anak dari tes formal. Berbagai tes yang dapat dilakukan diantaranya yaitu tes criterion-referenced, tes informal, observasi, dan dokumentasi.
Tes criterion-referenced adalah evaluasi yang tidak saling membandingkan anak-anak secara statistik. Tes ini melaporkan berbagai keterampilan yang benar-benar telah dikuasai anak, sekaligus target-target yang masih harus dicapai anak. Tes ini memberi informasi konstruktif yang bisa digunakan orangtua atau guru untuk semakin meningkatkan pencapaian anak.
Tes informal, tes yang dibuat untuk mengetahui sesuatu tentang anak. Tes ini mudah dilakuakn dan tidak butuh biaya mahal. Anda cukup membutuhkan selembar kertas atau papan tulis, dan beberapa soal. Anak dibiarkam memecahkan soal tersebut. Tes informal memrioritaskan proses pelaksanaan, bukan hasil tes.
Dalam tes informal itu, anak diamati. Strategi apa saja yang digunakan untuk memecahkan soal tersebut. Kemudian tanyakan kepada anak, mengapa ia melakukan strategi tersebut. Apakah ia melakukan hal itu mengerti atau hanya sekadar menghafalkannya.
Data yang dikumpulkan dapat memberikan gambaran kemampuan anak dalam memecahkan soal atau permasalahan. Data dan informasi seperti ini tidak diberikan oleh kebanyakan tes yang saat ini dilaksanakan di sekolah-sekolah formal.
Tes alternatif lainnya yang bisa dilakukan yaitu observasi. Melalui tes ini, orangtua dan guru berpeluang melihat anak-anak dalam konteks yang bermakna dan melakukan hal-hal yang benar-benar berkaitan dengan hidup mereka.
Apa pun yang merupakan hasil pengamatan di rumah dan di sekolah dapat menjadi informasi penting. Dengan demikian, hal ini membutuhkan kerja sama antara orangtua dengan pihak sekolah yaitu guru. Orangtua dan sekolah berkolaborasi mengamati proses belajar dan memnerikan penilaian terhadap anak.
Metode tes alternatif berikutnya yaitu dokumentasi. Metode evaluasi ini memungkinkan guru dapat memonitor prestasi sekolah anak secara konkret. Berbagai dokumentasi yang disimpan dapat berupa contoh tertulis, rekaman, anak yang sedang membaca buku, gambar yang dibuat anak, rekaman atau video anak, foto, kegiatan pembelajaran, serta berbagai contoh karya yang sudah dibuat anak.
Semua materi tersebut dikumpulkan menjadi sebuah portofolio prestasi belajat, kemudian diranhkum ke dalam sebuah laporan. Data dalam laporan tersebut jauh lebih banyak memperlihatkan sosok sejati anak daripada sekumpulan nilai tes yang tidak bermakna.
Semoga tak ada lagi anak tertekan akibat tes!
Comments are closed.