5 Ciri Belajar Anak Yang Sebaiknya Anda Tahu
ORANGTUA IDAMAN – Manusia ditakdirkan menjadi mahluk pembelajar. Agar tumbuh subur, kodrat itu seharusnya dipelihara dan dipukuk.
Dimulai saat bayi menghembuskan nafas pertama, pada tahun-tahun awal ia sudah mulai belajar. Bayi dikaruniai rasa ingin tahu dan keinginan melakukan eksplorasi tanpa henti. Karunia itu seharusnya dipelihara agar tumbuh menjadi kecintaan belajar yang alami sejak lahir.
Selain dipelihara, juga dibutuhkan konsistensi dalam mempertahankannya sepanjang waktu. Hal tersebut sejatinya tidak sulit. Tulisan ini menyajikan tips memelihara semangat cinta belajar seumur hidup.
Begini lho proses pembelajaran anak
Dalam bukunya, Humans as Self-Constructing Living Systems, Martin E. dan Daniel H. Ford memaparkan fakta bahwa otak manusia dirancang untuk menyediakan kemampuan mempelajari hal-hal yang dibutuhkan pada periode kehidupannya.
Hal ini terlihat dari cara bayi cepat belajar mengenali ekspresi wajah memahami perasaan orang tuanya senang atau kesal. Belajar diperlukan untuk kelangsungan hidup dan memperoleh sesuatu terutama kebutuhannya.
Kecintaan belajar membuat seseorang menikmatinya. Hal ini lah yang disebut passion atau panggilan. Passion membuat seseorang tenggelam dalam kecintaannya. Mereka akan melakukan tanpa rasa takut gagal. Serta senantiasa berusaha bangkita dan berjuang menemukannjalan keluar.
Penelitian yang dilakukan oleh The Natural Learning Institute dan Evolution Institute berfokus pada contoh bagaimana anak-anak belajar secara alami di lingkungan di mana sekolah formal tidak selalu tersedia. Studi mereka menunjukkan bahwa ada beberapa ciri dalam belajar. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut;
1. Belajar melakukan adalah yang terbaik
Tak seorang pun memberi tahu anak belajar melangkahkan kakinya. Bayi tidak perlu belajar bagaimana ia harus mengayunkan satu kakinya ke depan, sementara yang lainnya di belakang menunggu sampai memgayunkan kaki itu ke depan.
Anak belajar melangkah dengan melihat orang-orang di sekitarnya berjalan dan mencoba. Saat san anak jatuh, ia akan belajar lebih seimbang dan mencoba lagi. Anak itu belajar berjalan sampai akhirnya lihai berlari.
Proses tersebut butuh motivasi dari orang-orang di sekitar agar berani mencoba lagi. Memperoleh dorongan ketekunan, serta nasihat untuk meningkatkan keterampilan yang sedang dipelajari.
Pola belajar seperti ini juga berlaku hampir di semua hal. Anak akan melakukan proses pembelajaran dengan memberdayakan semua panca indera. Anak menggunakan metode pembelajaran yang paling sesuai bagi dirinya. Membuat materi pembelajaran relevan dengan kebutuhan kehidupan.
2. Belajar dari komunitas heterogen
Keberagaman usia anak memberi peluang anak belajar dan saling mengisi. Anak berusia muda cenderung menginginkan pujian serta penerimaan keberadaan dirinya dari kawan-kawannya yang lain. Anak nerusia lebih muda akan belajar keterampilan dari anak-anak yang lebih besar.
Demikian pula sebaliknya, anak-anak yang lebih besar akan belajar bersabar, dan membimbing adik-adiknya yangnlebih yunior. Kedua kelompok usia mendapat manfaat dengan belajar keterampilan yang diperlukan untuk berhasil sesuai dengan situasi yang sedang dialami tersebut.
3. Belajar membutuhkan lingkungan yang aman.
Rasa aman menjadi syarat utama proses belajar. Keamanan tak hanya menyanhkut keamanan fisik. Lingkungan yang mendukung dibutuhkan anak. Yaitu lingkungan yang sanggup menerima kekurangan serta tulus memaafkan kesalahan yang sudah dilakukan anak. Sehingga anak dapat belajar lebih baik. Tidak mengulangi kesalahannya lagi.
Bullying adalah penyakit karakter yang saat ini telah mewabah. Hampir di setiap sekolahah kebiasaan membulli dilakukan siswa. Bentuk sederhana bullying yaitu menertawakan kesalahan yang dilakukan kawan.
Selain menertawakan kesalahan, ada banyak contoh lain penyerangan emosional yang dapat dikategorikan sebagai bullying. Kecemburuan sosial, kesenangan membentuk sekat kelompok atau gab dan geng, rasa senioritas berlebih.
Kondisi-kondisi seperti itu membuat seorang anak merasa tak aman dan merasa diserang secara emosional. Hal itu seharusnya tidak dibiarkan berkeliaran di lingkungan pembelajaran (sekolah).
Sudah seharusnya lingkungan sekolah itu positif. Memiliki situasi yang mendukung bagi proses pembelajaran. Saling asah, asih, dan asuh. Menerima kesalahan, mengajak menjadi lebih baik, saling memaafkan, tumbuh, dan berkembang bersama.
4. Bebas Memilih Materi Pembelajaran Yang Disukai
Setiap pertanyaan yang dimuntahkan seorang anak adalah bukti keingintahuan dan ketertarikannya mempelajari sesuatu. Antusiasme segera terbentuk ketika Anda menjawab lalu menerangkan pertanyaan itu secara detil.
Bahkan, rasa penasaran itu kian menggila ketika anak diajak membuktikan secara nyata jawaban yang diberikan. Hasilnya, anak akan memegang teguh jawaban yang diperoleh.
Anak tak akan menanyakan hal-hal lain. Tak akan menanyakan hal yang tidak menarik baginya, bahkan ia tidak akan mengenang hal-hal yang tidak membuatnya tertarik itu.
5. Anak-anak Belajar Melalui Bermain.
Membuat subjek pembelajaran menjadi menyenangkan dan menarik jauh lebih baik daripada meminta seorang anak menghafal atau membacakan beberapa fakta. Sebab hal itu menurut anak tidak berguna.
Musik, seni, dan bermain peran adalah pemanis yang disukai anak daripada ilmu hafalan yang menjemukan.
Nah, sekarang Bunda sudah memahami 5 hal yang bisa membuat anak bergairah dalam belajar. Keputusan selanjutanya ada di tangan Anda.