PULAU SEBESI: ZAMRUD TERSEMBUNYI DI SELAT SUNDA
ORANGTUA IDAMAN – Tak sekadar menyandang kemolekan bentang alam. Pulau Sebesi pernah kaya serta memendam segudang potensi.
Pagi itu awal bulan Januari di dermaga Pantai Canti, Kalianda, Lampung. Anak-anak nelayan terlihat asyik bersama pancing dan udang sebagai umpan. Beberapa orang diantara mereka disibukkan dengan cumi-cumi yang berhasil mereka kail.
Sinar matahari masih merah dan hangat. Belum mendidih menjadi terik. Begitu pula wajah lautan pun masih teduh. Seolah-olah dermaga itu lelap tertidur.
Mengarungi Selat Sunda membuat angan berpetualang menembus masa lalu. Meninggalkan kesunyian Pelabuhan Canti, menghayutkan diri kedalam riuhnya arus pelayaran di zaman perdagangan Perusahaan Hindia Timur Britania.
Dulu, selat ini adalah jalur pokok pelayaran. Perusahan Hindia Timur Britania menggunakan sebagai pintu gerbang menuju Kepulauan Rempah-rempah Indonesia (1602 – 1799).
Selat Sunda dihiasi gugusan pulau hijau indah berselimut hutan bak zamrud. Sangiang si Pulau Penghalang Jalan, Sebesi, Sebuku, dan Pulau Pangeran alias Panaitan.
Keindahan Selat Sunda itu pun dikisahkan oleh John Joseph Stockdale dalam naskahnya yang diterbitkan tahun 1811.
John Joseph Stockdale:
“Pintu masuk selat tersebut, di sini, memberikan panorama yang luar biasa dekat Pantai Sumatera Pertama. Flat Point yang berdataran rendah dan tertutup pohon-pohon, di baliknya ada gunung-gunung megah dari Sumatera, naik dengan tanjakan bertahap ke arah awan. Sedikit lebih ke depan, terdapat Keizers atau Pulau Raja (Emperor’s Island) dengan puncak bukitnya yangbtinggi dan berbentuk seperti menara. Sedikit l3bih jauh lagi ada pulau-pulau Krakatau (Kraketau), Slybzee, dan pulau Besi (Pulo Bricie), yang menunjukkan gunung-gunung mereka yang ditutupi pepohonan hijau”.
Kira-kira pukul 07.30, nada sunyi dipecah oleh kehadiran perahu dari Pulau Sebesi. Selepas kapal itu melego sauh dan berlabuh, Dermaga Canti riuh oleh kesibukan bongkar-muat.
Tak hanya manusia yang diangkut perahu berkapasitas 25 penumoang itu. Beraneka ragam hasil bumi terlihat dikeluarkan dari lambung perahu. Berkarung-karung kelapa saling berhimpit dengan pisang menjadi angkutan utamanya.
Butuh waktu kira-kira 30 menit untuk menyeberang ke Pulau Sebesi, begitu pula sebaliknya. Jadi, perahu itu beranjak dari Pulau Sebesi pukul 07.00.
Selepas perahu kosong, Dermaga Canti kembali terditur.
Penumpang tujuan Pulau Sebesi masih harus sabar menanti. Perahu kami angkat jangkar pukul 13.00 tepat.
Kira-kira 3 jam menjelang berlayar, nahkoda meminta penumpang bersiap-siap.
Kesibukan Dermaga Canti pun menggeliat.
Tak banyak penumpang bersama kami menuju Sebesi. Seekor sapi turut masuk ke dalam buritan bersama kami. Beberapa sepeda motor bertengger di atas atap perahu.
Sayur-mayur, berkarung-karung beras, beragam jajanan dan makanan ringan turut berlayar mengarungi Selat Sunda. “Barang-barang itu kami beli sebagai barang dagangan di Sebesi”, papar wanita paruh baya, pemilik barang tersebut.
Sekitar 15 menit perahu beranjak dari dermaga, gelombang laut mulai bergejolak. Laju perahu tak lagi mulus. Deru mesin perahu seolah kenal lelah dan tak mau menyerah, terus mendorong kami ke tujuan.
Brak!… Brak!.. Duk!… suara keras haluan kapal beradu melawan hantaman ombak. Tak cuma sekali, pukulan gelombang itu terjadi berulangkali. Berpacu dan berbaur dengan degup jantung dan rasa was-was.
Nahkoda dan penumpang semua membisu, tenggelam dalam perasaan masing-masing. Begitu pula dengan sapi itu. Tetap tak bergeming, meskipun terkadang terhuyung-huyung ketika ombak besar mengguncang.
Tabiat Selat Sunda itu pun dikisahkan oleh Stokdale. Ia katakan bahwa menyebarangi Selat Sunda itu tak mudah. Perahu harus berjuang mengatasi tiupan angin dan arus yang datang dari arah berlawanan.
Arus yang kuat selalu mengalir melalui selat ini dengan angin dari timur atau dari barat yang mengembus baik ke arah timur laut atau barat daya.
Setelah beberapa saat digoyang di dalam buritan, gumam penumpang di atas perahu kembali terdengar. Meski hanya sekali-dua kali saja. Isyarat suasana tegang mulai mencair.
Perasaan lega akhirnya singgah, seiring sosok Gunung Sebesi yang terlihat kian dekat.
Bilik hati kembali cerah, mendengar seru nahkoda meminta bantuan petugas dermaga menambatkan tali agar perahu bisa merapat.
Berpagar Nyiur
Psisir Sebesi yang molek itu kini di depan mata. Beberapa pondok penginapan tampak tak jauh dari dermaga.
Dilatarbelakangi Gunung Sebesi hijau. Lajur nyiur tumbuh subur di pinggir pesisir. Terhimpit di garis cakrawala, antara langit dan laut.
Dulu, Sebesi pernah tersohor karena nyiur. Pada tahun 1920, Pulau Sebesi pernah ditanami ribuan pohon kelapa. Bahkan laba berdagan kopra dari pulau ini pernah menjadi penyumbang dana perjuangan rakyat Kalianda, Lampung Selatan saat agresi Belanda II.
Masa keemasan industri kelapa itu bergulir sampai awal tahun 1990. Seiring dibangunnya pengolahan minyak kelapa.
Era jaya Kelapa Dalam tenggelam ketika industri minyak sawit membanjir. Pertengahan tahun 1990an, Sebesi kembali sepi.
Kini, Sebesi riuh ketika Anak Krakatau menggeliat. “Naga” penghuni Selat Sunda ini terlihat dari sisi tenggara Pulau Sebesi.
Pesisir tenggara itu banyak di tumbuhi nyiur. Daun hijaunya menutupi tenah Sebesi yang berwarna hitam legam.
Menyamarkan segala potensinya agar tak terusik dan tetap lestari (orangtuaidaman.com)
BAGAIMANA KESANA?
Dari Pelabuhan Pakauheni, Anda dapat menggunakan kendaraan umum menuju Simpang Fajar. Dari simpang Fajar, naiklah angkutan menuju Pantai Canti.
Nah, setelah sampai di Pelabuhan Canti, Anda lantas menyeberang menuju Pulau Sebesi dengan perahu Reguler. Tarifnya Rp25.000 per orang. Jadwal penyeberangan hanya 1 kali dalam sehari. Yaitu pada pukul 13.00.
Simak juga ragam wisata menarik ini
KALIURANG PARK – BOTANICAL GARDEN: BUAH EVOLUSI KALIURANG JADUL
SEKARANG, KALIURANG TAK SEKADAR MEMBUAT HATI SENANG. LOKA WISATA INI PUN MEMBIKIN ANANDA PINTAR. Bagi yang dulu pernah berlibur ke
GRAND ARKENSO PARKVIEW: MENGINAP DI ATAS KELAP-KELIP ATAP KOTA SEMARANG
DARI DALAM KAMAR GRAND ARKENSO PARKVIEW, PEMANDANGAN SENJA…
GEMBIRA LOKA ZOO: LEBIH INTIM DENGAN SATWA
DI GEMBIRA LOKA, PENGUNJUNG TAK SEKADAR MENYAKSIKAN BERAGAM…
UMBUL WEDOK KLATEN: SEGARNYA BERENANG AIR “AQUA”, BERBONUS SPA GARRA RUFA “NDESO”
Selama ini Klaten populer dengan pemandian Umbul Ponggok.…
SINDU KUSUMA EDUPARK: DARI BIANGLALA RAKSASA, SINEMA HOROR SAMPAI RUMAH TEROR
SORE ITU KAWAN-KAWAN DARI SD NEGERI 1 GEMULUNG…
JALAN-JALAN JANGAN LUPA JAJAN-JAJAN
SOTO LEDOK JATI: KUAH KAYA REMPAH, SEDAP BIKIN KALAP
SEPIRING PENUH DAGING AYAM KAMPUNG HANGAT HADIR MENGGIURKAN. LEMAKNYA MELELEH NEGITU ADUHAI. BERSANDING SEMANGKUK SOTO BENING. BERKAWAN SERBA-SERBI GORENGAN DAN
SENTRA IKAN ASAP PESAJEN: PATIKOLI PANGGANG PALING DIMINATI
BINGUNG MENCARI OLEH-OLEH KHAS JEPARA? YUK BERBELANJA IKAN ASAP DI KAWASAN PESAJEN. Soal ikan laut dan sea food Jepara gudangnya.
SEGA TUMPANG LETHOK MBAH TUK’IN: SEPORSI CUMA TIGA RIBU RUPIAH
TERSEMBUNYI TAK HARUS NYELEMPIT DI TEMPAT SULIT. RASA NIKMAT LETHOK TUMPANG MBAH TUK’IN HANYA DAPAT DISANTAP OLEH MEREKA YANG TAK
RESTO PAK BAYU: PESTA SOP TULANG DAN IGA BAKAR DINOSAURUS DI TENGAH SAWAH
DI TEMPAT ITU RASA NIKMAT IGA BAKAR, SATAI SULTAN, SATAI KOYOR, SUP, NASI KOMPLIT DENGAN ES JERUK DISAJIKAN DENGAN BUMBU
SOTO GEDHEK KARTO NGALI: SEMANGKUK NOSTALGIA YANG MENYEGARKAN
SOTONYA SEDAP DAN SEGAR ITU SUDAH PASTI. KIAN NYAMLENG DAN BIKIN NGILER BERKAT MENU EKSTRA AYAM PECOK. Kedai Soto Karto
Comments are closed.